Bossventure. Nama yang tidak asing bagi penggemar "investasi" berimbal hasil tinggi sekaligus berisiko. Sempat menjadikan beberapa orang kaya raya, kini nasib skema bisnis sejenis MLM itu di ujung tanduk, terutama di Indonesia.
Beberapa waktu lalu, orang yang membawa Bossventure ke Indonesia, Yudianto Tri, dipaksa meneken surat perjanjian untuk mengembalikan dana para downline-nya.

Adalah Adinda Syachrina, perempuan yang menggunakan nama akun Facebook Usaha Bunda, yang menerangkan proses untuk mencari solusi bagi dana mereka yang nyangkut di BV, nama keren Bossventure.

Dalam postingannya, Adinda mengatakan membawa timnya menemui Yudianto di kantor yang bersangkutan di Thamrin City lantai 7 ruang 707, pada hari Senin, 13 Oktober 2014 pukul 18.00 WIB.

Prosesnya jelas tidak mudah. Sekitar 13 jam ibu muda itu bernegosiasi sambil membawa putrinya yang masih kecil. Namun, upaya kerasnya menghasilkan sebuah perjanjian di atas materai. Di hadapan beberapa saksi, Yudianto meneken surat pernyataan untuk mengusahan pengembalian dana korban BV.


"Dalam waktu 45 hari Pak Yudianto Tri akan bekerja keras agar dana seluruh reseller dari Indonesia cair, ada perwakilan dari kami yang akan berangkat ke Malaysia bersama Pak Yudianto Tri utk melawan Richard dan Billy, bila perlu ke Kedutaan sana dan beberapa instansi terkait di sana," kata Adinda dalam postingannya yang masih memiliki kelanjutan.

Jika hasilnya baik, tentu semuanya akan beres, katanya. namun, apabila hasilnya nihil alias nol, maka berdasarkan kesepakatan bersama Yudianto akan mengembalikan dana reseller yang muara ujungnya kumpul di rekening pengurus Kadin DKI itu.

"Karena kalaupun diusut sampai ke PPATK maka akan lebih jelas. Saran saya bagi kawan-kawan yang berada di jalur Medan/beli pin di stokis, kalian minta Leader Besar itu untuk ikut bertanggung jawab karena jalur akses dana berbeda, dana masuk ke stokis dan mengalir lagi ke Malaysia," lanjut Adinda dalam posting-annya.

Dia minta para reseller BV untuk menekan upline, atau apapun istilah mereka, agar turut bekerja menyelesaikan masalah yang saat ini mendera BV.

BV, perusahaan aneh yang mengklaim diri berasal dari Samoa tapi dikontrol dari Malaysia dan beroperasi di beberapa negara seperti Indonesia dan Hong Kong, akhirnya menemui takdirnya seperti skema-skema bisnis sejenis: kematian.

Bagi saya BV tidak asing di telinga. Sebagai wartawan yang pernah terobsesi membongkar-bongkar hal aneh di sekelilingi dan mencegah terjadinya kerugian masyarakat, BV adalah semacam sasaran tembak.

Kala itu, beberapa berita jelas-jelas sudah memberikan lampu merah bagi orang-orang yang ingin masuk BV. Baik dari analisis skema bisnisnya yang bersifat Ponzi, hingga surat-surat dari BKPM yang mengingatkan soal tingkah polah "perusahaan" ini.

Bahkan, sempat terpikir untuk membuat laporan khusus soal BV dan beberapa skema investasi berisiko lain seperti MMM untuk dijadikan laporan khusus di koran. Sayang, semangat seperti itu tidak selalu bisa dipelihara dan kesempatan juga terbatas. Mengerjakan penyelidikan sendiri sangat berat, sementara koran tetangga lebih punya personel untuk mengerjakan. Akhirnya, kami relakan kasus ini melenggang kankung, digarap koran sebelah.

Namun, semangat itu masih ada, terutama bila mengingat betapa menyedihkannya korban-korban investasi berisiko di Indonesia. Tak hanya pada lembaga atau institusi ilegal seperti BV, tapi juga pada perusahaan-perusahaan yang jelas-jelas dilindungi regulator seperti perusahaan berjangka atau beberapa perusahaan dengan stampel halal dari Majelis Ulama Indonesia.

Member BV tentu kini dihadapkan pada dilemma, menyelesaikan persoalan ke ranah hukum dengan konsekuensi uang hilang atau melanjutkan larut dalam mimpi-mimpi uang kembali melalui skema-skema atau aturan main yang diubah. Ya, ketika BV goyah, pemiliknya di Malaysia mulai membuat aturan-aturan baru.

Jalannya masih panjang. Yudianto sendiri menyatakan dalam 45 hari sejak tanggal 14 Oktober 2014 akan berupaya menyelsaikan persoalan, di antaranya dengan datang langsung ke teman-temannya di Malaysia. Entah apa yang bisa dia lakukan. Yang jelas, sudah telat bagi anda mendapatkan pengembalian dana investasi dengan cara-cara biasa. Saya sudah melihat ini berkali-kali pada berbagai skema dan perusahaan investasi--yang kemudian diberi istilah "investasi bodong."

Barangkali memang tindakan paling tepat adalah yang dilakukan oleh ibu muda bernama Adinda itu, meskipun kita juga perlu terus mengawasi. Terkadang, jika mereka sudah mendapat pengembalian dana, bisa saja mereka berhenti berjuang. Toh, tujuannya memang danannya sendiri. Setahu saya, mereka sembua berkongsi karena memang untuk kepentingan sendiri-sendiri; pengembalian dana investasi.

Pasalnya, memang sulit mengharapkan orang lain bekerja untuk kita tanpa ada imbal hasil. Bahkan, aparat polisi atau regulator sepertoi OJK, Bappebti, dan lembaga-lembaga lain yang berkewajiban melindungi konsumen, sering hanya bertaring manakala ditodong oleh sorotan media massa. Ya, di sinilah kemudian saya merasa sedikit berguna.

Berguna? Aneh sekali. Ya, aneh karena saya pernah berjanji pada diri sendiri untuk berhenti mengurusi masalah-masalah semacam ini. Saya pernah diancam dan dicemooh banyak orang gara-gara mengungkapkan borok-borok macam ini. Dan mereka yang mengecam bukanlah perusahaan atau para penipu, malainkan nasabah atau pra korbannya sendiri. Ya, aneh kan. Mereka pikir, media membuat pengembalian dana seret atau bahkan menutup kemungkinan pengembalian dana lantara sang pemilik masuk penjara, atau mati seperti bos Koperasi Langit Biru di dalam jeruji.

Namun, pada akhirnya, saya keliru jika berhenti. Toh, memang itulah tugas saya. Soal dicaci-maki dan diancam itu hanya sampingan kecil, sebagai pemanis semata. Percayalah, selepas itu Anda akan terbiasa. Ancaman dan cemoohan hanya dilakukan mereka yang tengah menderita, maka saya memaafkan mereka.

Kita lihat saja kelanjutan kisah BV ini ... setelah beberapa bulan lalu bertumbangan korban MMM di Indonesia.