PT Jalatama Artha Berjangka (tergugat) kalah dalam perkara wanpresatasi di Pengadilan Negeri Pusat dan bersama wakil pialangnya diharuskan mengembalikan dana nasabah lebih dari US$41.000 secara tanggung renteng.

Jalatama digugat Eleanor Rayment, 69, warga Australia yang menjadi nasabah perusahaan pialang berjangka tersebut. Gugatan terkait transaksi yang dijalankan wakil pialang yang tidak sesuai dengan perjanjian penyerahan amanat.

Atas putusan tersebut, Jalatama akan mengajukan banding. Kuasa hukumnya, Irwin Idrus, tetap yakin kliennya tidak melakukan wanprestasi. "Kami akan banding ke pengadilan tinggi," ujarnya seusai pembacaan putusan pada Selasa (20/11).

Majelis hakim menyatakan Jalatama telah melakukan wanprestasi terkait perjanjian pemberian amanat dalam transaksi derivatif atas produk berjangka. “Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian,” ujar ketua majelis hakim Amin Sutikno.

Dalam putusan tersebut majelis hakim menghukum tergugat I dan tergugat II (wakil pialang Ruby Vanadino) secara tanggung renteng mengembalikan dana milik penggugat (Elenor Rayment) sebesar US$41.190.

Para tergugat dinyatakan cedera janji atas perjanjian pemberian amanat karena menjalankan transaksi sebesar 30 lot atas produk emas Loco London Gold (LLG) yang melebihi ketentuan.

Transaksi sebesar itu telah menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam perjanjian mengenai jumlah batas maksimum satuan lot yang dapat ditransaksikan.

Berdasar spesifikasi kontrak gulir LLG yang didaftarkan pada PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) jumlah satuan lot yang dapat ditransaksikan yaitu minimum 6 lot serta maksimum 18 lot untuk setiap amanatnya.

Irwin Idrus tidak sepakat dengan hakim. Menurutnya, berdasar bukti-bukti dan saksi yang diajukan, tidak terbukti adanya transaksi 30 lot seperti yang didalilkan penggugat.

Bukti-bukti itu, katanya, menunjukkan bahwa yang terjadi adalah transaksi dengan 5 posisi terbuka yang masing-masing sebanyak 6 lot.

Transaksi 30 lot itu berasal dari posisi sell (jual) pada 10 Oktober 2011 sebanyak 6 lot, dan ditambah dengan jumlah yang sama pada 14 oktober dan 17 oktober. Pada tanggal terakhir itu terjadi 3 kali pasang posisi sell dengan masing-masing 6 lot.

Pada 17 Oktober 2001 terjadi kondisi call margin, yaitu kondisi dana nasabah sudah tidak cukup untuk melakukan transaksi atas posisi terbukanya sesuai margin yang disyaratkan dan diminta menambah deposit atau sistem akan menutup rekening nasabah.

Selain itu Irwin menyayangkan pernyataan majelis hakim yang dinilainya asumtif terkait sistem transaksi yang digunakan nasabah. Pernyataan hakim bahwa Jalatama sebagai penyedia sistem dinilainya sebagai hal yang salah.

"Transaksi ini kan disebut transaksi bilateral antara nasabah dengan pedagang, menggunakan sistem milik pedagang, bukan sistem milik Jalatama," katanya.

Dia juga menegaskan bahwa rekening dan pin sepenuhnya tanggungjawab nasabah. Jadi hal yang aneh, katanya, jika seorang nasabah menyerahkan rekening dan pin-nya kepada pihak lain untuk melakukan transaksi.

Sebelumnya majelis hakim mengatakan bahwa sekalipun rekening dan pin telah diserahkan kepada nasabah, tergugat I dalam pelaksanaannya tidak bisa lepas tanggungjawab.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Maya Chyntia Febrina Pitoy, menyatakan cukup puas dengan putusan mejelis hakim sekalipun tuntutan kliennya tidak dikabulkan seluruhnya. “Puas, sekalipun tidak dikabulkan seluruhnya,” katanya.

Hakim menolak tuntutan penggantian atas potensi keuntungan US$111.208,62 dan biaya advokat sebesar Rp75 juta.

Dalam putusannya majelis hakim juga menyatakan saksi fakta dan ahli yang dihadirkan penggugat sebagai bukti persangkaan.

Ahli yang pernah didatangkan penggugat aalah mantan Direktur BBJ Jahja Wirawan Sudomo yang mengatakan selama dia menjabat memang banyak terjadi penyimpangan oleh pialang berjangka. (taufikul.basari@bisnis.co.id)