Kaukah itu yang mengendap-endap pergi dari bingkai waktu yang baru saja kunaikkan ke atas ingatan?
Bukannya aku sudah bilang, pintu masukmu sudah hilang dan pintu keluarnya dicuri orang
Mengapa tak kau pamiti kesialanku yang lupa menunggu di anjungan Losarimu

Kaukah itu yang menggoyang-goyang tirai tanda ada yang rindu
Atau hanya angin saja yang tak tahu siapa kini yang mencari-carimu di masalalu

Sepi hujan langit kota ini, tak lagi basah tanah yang terbang-terbang di antara lalu lalang kendaraan
Senjanya pun hilang ditelan ombak-ombak kecil yang merambat ke palabuhan
Panas kini mengetuk-ngetuk jendela kamar kosan, seperti waktu yang kian sirap
Kaukah itu yang leyeh-leyah di ujung ingatanku, entah bersama hujan yang lupa mendatangi musim kemarau ini

+.+

Aku membaca-baca saja Sabtu begini. Udaranya panas, anginnya mulai kuat. Langitnya biru benar di luar sana. Terik matahari mengeringkan celana dalamku yang berkibar-kibar di jemuran, ditemani kaos kaki dan beha milik tetangga. Kucing-kucing menyelinap ke kamar mandi, tidur di lantai anyep yang memberi rasa nyenyak.

Kipas angin menderu-deru sepanjang waktu, tak pernah sempat lagi kumatikan, apalagi di kamar yang menghadap matahari. Botol-botol air mineral berserakan, entah habis pesta apa mereka semalam. Kertas-kertas berlarian ke sana-kemari; pakaian tak lagi ditata di lemari; sampah seminggu masih hening di sudut kamar; ingatanku sedikit rusak tentangmu.

Aku membaca-baca saja hari sabtu begini, atas tiga buku dan satu majalah yang kubeli sebagai hadiah hari sabtu yang datang lagi. Lalu kutulis saja ini, semacam pelampiasan atas ketidaktahuanku atas ide macam apa yang harusnya kutuangkan. Aku kehilangan banyak hal dalam beberapa waktu ini...tabungan susut seperti danau musim kemarau; tapi setidaknya aku masih merasa bersamamu tiap kali mengenakan jaket dan memandangi malam berserakan...


-Sent from my blackcoffee-