antara yang ingin kutulis dengan yang kutulis seringkali berbeda; entah karena ketika aku aku sedang di jalan dan menuliskannya di pikiran, atau karena ketika menulis aku dikendalikan keinginan untuk dipahami orang.

bahwa sepanjang perjalanan pulang pikirankau banyak mencatat dan kemudia aku lupakan, merupakan satu hal, sedangkan tulisan yang lahir karena keinginan ketika aku di jalan adalah satu hal yang lain. bahwa pikiranku jauh lebih asik daripada tulisanku adalah kenyataan lain yang harus kalian maklumi.

pulangku memang selalu seperti rutinitas absurd yang tidak menemukan urutan; sebab sering aku terlena dengan pikiranku yang melayang-layang entah ke mana. sejak aku masuk lift, pikiranku sudah jauh meninggalkan kantor.

jam 7 malam aku sudah di luar, gerimis pada mulanya; dan aku menyukai gerimis. untuk mendapatkan angkot yang harus kulakukan adalah berjalan kaki kurang lebih 300 meter, lebih kukira, melewati makam. aku suka berjalan di sekitaran makam, tapi karena sekarang jalan tembus dari kantor yang lewat makam ditutup, maka hanya menyapa dari luar saja sekarang bisanya.

setelah mampir di warung indomaret karena hujan menderas, aku berjalan lagi setelah agak terang. belum lama berjalan, hujan lebih deras datang. aku tersampir di halte sepi dan gelap di antara makam dengan warung indomaret. galap. aku suka tempat gelap. aku kadang sedikit membenci manusia yang ramai, kadang suara mereka seperti cericit tikus yang merusak telinga. tapi, pilihan moralitas untuk bermanis-manis di hadapan manusia kadang membuatku hanya bisa bengong.

pukul 7.06 kukirimkan sms kepada dia, hujan makin menjadi-jadi, gedung-gedung tinggi di seberang jalan makin mengigil, sedangkan daun-daun pohon di samping halte ikut berteriak-teriak pada hujan dan gelegar petir.

air hujan menari-nari, dua orang di sampingku berpelukan, seorang bermotor berhenti dan ikut berteduh, seorang lainnya tak berhenti menatap gedung tinggi di seberang sana. orang-orang hidup di seberang, orang-orang mati di belakang kami.

hampir jam delapan aku berjalan lagi, mencari angkot yang terjebak macet di dekat ciwalk. hidup memang penuh kemacetan, dan orang-orang absurd menanggapinya dengan diam. sms dia pukul 7.45 belum kujawab, aku baru menjawab pukul 8.26 setelah hampir setengah jam di dalam angkot untuk menempuh jarak sekitar 200 meter.

aku sampai rumah jam 9.20, meng-sms dia 9.25, dan makan di pecel lele pukul 9.35 ditemani beberapa sms-nya.

apasih yang mau aku katakan? ya, sejak tadi aku mau mengatakan hidup manusia masa kini bisa dicatat dengan detail waktunya, dengan apa yang dipikirkan saat itu, dengan aktivitasnya sekaligus.

lihat manusia-manusia sekarang yang dengan cepat mencatat waktu tanpa disadarinya. hidup kita penuh catatatan, dan sekarang dua malaikat pencatat tak lagi perlu bekeraj; kita setiap saat melaporkan lengkap dengan waktunya. apa yang kita pikirkan, apa yang kita baca, apa yang kita lihat … dan begitu banyak detail sedang dicatat manusia sekarang.

lihat saja berita-berita online, lengkap dengan waktu. pun dengan kegiatanku menulis berita... aku bisa tahu persis kapan waktunya mengirim berita di masa lalu, atau kapan seorang reporter Bloomberg melihat harga. mereka mencantumkannya, mereka menuliskannya … ‘harga sekian pukul sekian waktu setempat’.

kita manusia yang mencatat, yang sering kali tidak sadar, berjalan seperti manusia-manusia absurd lainnya.
-sekian-