aku ingin duduk di tempat gelap, memeluk dengkul dan menatap hatiku, "apa kabar, kamu?"
mungkin wajahnya tak sayu, tak sesinis dulu, tapi sering aku merindukan hati yang tak bermoral itu ... entah siapa mengubahku, mengubah hatiku, tapi kurasa aku merasa kehilangan banyak hal setelah kehilangan rasa lapar.
itu membuatku sedikit menyadari efek lapar bagi hati manusia .... tak semuanya jadi lembut setelah secara paksa berpuasa, bahkan seringkali kelaparan membuat manusia kejam pada dirinya. lapar tidak membuat manusia lemas, melainkan menjadi trengginas dan tidak terkendali; mungkin sekadar menghabiskan sisa-sisa tenaganya.
kukira memang lapar adalah asal dari banyak kejahatan, tapi kalau kita longok penjahat-penjahat besar di dunia, perut bukanlah asal muasal kejahatan. kalau kita lihat koruptor, penggunaan alasan perut hanyalah sebuah kebohongan. lalu, mengapakah aku menjadi liar saat lapar dulu?
kutanya sekali lagi, "apa kabar, kamu?"
barangkali aku sendiri tidak benar dalam memberikan alasan atas atas kejahatanku, tampaknya aku keliru menuduh cacing-cacing di perutku sebagai biang kerok. barangkali saja, memang hatiku yang kejam dan tidak beraturan itu kini sedikit menyadari sikap buruknya di masa lalu.
ataukah, sebenarnya apa yang kulakukan sekarang jauh lebih buruk dan rendahan dibandingkan apa yang kulakukan di masa lalu? mungkin saja orang-orang lembut ini mau menutupi keburukan moralnya sekarang, sementara dahulu dia tidak pernah berpikir untuk menutup-nutupi sesuatu.