06 juli 2011

Setelah pulang larut malam bersama seorang tukang ojek, kututup mataku kita-kira pukul setengah dua pagi. Lalu aku bangun jam 7 karena diusir dan pindah ke atas. Kulanjutkan tidur sampai seorang narasumber menelponku karena wawancaranya dimuat. Ah, ya … aku terlalu malas hari ini.

Sebuah paragraph yang buruk. Aku bertutur mengenai sebuah aktivitas biasa, tanpa kedalaman. Kalimat-kalimat yang kurang waras.

Ini kata yang lebih bagus untuk pembuka à Bangsat! Dan kau tahu sesuatu tengah terjadi dengan dahsyat. “Bangsat! Aku bangun kepagian, baru jam sembilan gara-gara kegembiraan seseorang di luar sana!”


Ayolah, ini hanya sebuah kertas putih dan huruf digital. Kau bisa mengucapakan apapun di sini. Kau bebas menggunakan kata. Undang-undang pidana dan norma tidak mengikatku dalam kata-kata. Mereka semua di dunia nyata; dunia yang tidak kita jamah secara langsung saat ini. Sekarang kau menjamah kata-kata, menemukan ruang, dan permainan ini milikmu. Kalau kau bicara dengan cara biasa, setan pun lebih baik. Kalau kau menulis dalam kungkungan norma sosial, para bajingan masih lebih lumayan.

Hai, kau… ini hanya kertas putih dan ide-ide yang berasal dari kepala. Kau bebas di sini. Jangan buat dirimu merana dengan mengikatkan diri pada kenyataan. Kenyataan itu hanya untuk manusia biasa. Mereka yang sok waras. Ingat ya, kau hanya manusia gila saat menulis. Kau itu tidak tahu aturan. Kau belum pernah membaca undang-undang menulis.

Kau bukan wartawan sekarang, kau bukan anak sekolahan. Kau itu yang bukan-bukanlah. Aku bebas, bahkan dalam menggunakan kata aku, kau, kamu, mereka, kita. Kau bisa hancurkan kepalamu dalam tulisan ini. Ayolah, kau punya emosi untuk kau keluarkan tanpa terhalangi kepengecutan atau keangkuhan; sekaligus kau boleh menjadi pengecut atau menjadi angkuh. Ini hanya dunia tulisan. Bullshit mereka yang bilang tulisan jadi cerminan pribadi seseorang! Mereka nggak paham itu cermin apa, mereka hanya orang-orang normal yang sok ilmiah. Kita ini amnesia (:manusia) merdeka sejak dalam pikiran; dan menjadi manusia terkutuk saat menghadapi kenyataan.

“Hei, ini hanya sebuah kertas putih,” pikirmu ini apa memangnya? “Lihat, kita bisa menulis dengan salah di sini. Kita bisa menghakimi seseorang di sini. Lihat aku bisa membunuh seorang pelacur: kutegak ingusnya yang bercampur darah, dari tenggorokannya keluar kata-kata kotor dan di selangkangannya masih tersisa ludahku. Mata pelacur mencari mataku, dan dia mendapatkan sebuah tusukan lagi di perut,” katamu seperti setan.

Oh, kau mengerti … sedikit mengerti saja sebenarnya. Kau bisa seenaknya di kertas putihmu, kau boleh berbuat salah di sana. Kalau di dunia nyata kau hanya bisa tecenung seperti iblis bodoh. Di sini kau boleh benar-benar bodoh, sama sekali tidak dilarang. Kau bias menghapus semua cemooh dan pura-pura pintar.

Hehehehe, hapus dulu ingusmu! Dasar tua bangka.

Nah, hari ini udaranya busuk, agak busuk; angin melambai sebentar ke umbul-umbul di depan rumah, “Semalam angin dan hujan menganggu kami,” teriak mereka. udaranya busuk memang … angin sepoi, langit biru jelek, rumah-rumah kekotak-kotakan, dan jalanan tegang karena banyak polisi tidur di sana. Hari di mana aku tidak perlu masuk kantor dan jadi cecunguk yang menyesap kopi sambil pura-pura jadi orang alim. Tapi aku akan masuk kantor, segera, segera nanti aku akan mandi untuk menghilangkan bau busukku, menyemprot cologne agar para kecoak tak mendekat, dan bercermin untuk melihat apakah senyumku cukup mesum hari ini.

Di depan cermin aku akan pura-pura nakal, pada diriku sendiri. Kugoda laki-laki di dalam sana, laki-laki busuk yang mirip jerangkong. Baunya anyir, seolah tadi dia sarapan dengan bangkai ayam. Lihat, kumisnya seperti ombak yang beriak tak karuan dan harus dipangkas seperti memangkas rumput. Upilnya tak ada hari ini, semalam dia sudah menghabisinya bersama tujuh buah bulu hidung yang ditariknya secara paksa. Rasa sakit ia nikmati, ia merasa jadi sadomasokis kala itu dan mengumbar kesenangan ke langit, jam 11 lewat … ketika dia lemparkan upil dan bulu-bulu itu ke udara, “tangkaplah!” batinnya dengan girang.