kutengok lagi riwayat kecilku di sela-sela jogja, kulepas lagi tawa pada bocah-bocah yang bercengkrama dengan waktu, dan kudapati jejak seperti sungai masa lalu. ada kerinduan yang menjalar di kakiku, di sekujur tangis yang pernah kuperoleh dari derita ida atau bayang-bayang si berandalan yang tertangkap pamong praja. di pagi yang kupikir aku memikirkan masa lalu, kudapati perasaan kehilangan.

boleh saja aku bilang aku ingin meninggalkan mereka di belakang keretaku yang merangkak ke jakarta, tapi rasanya masih tersisa rintik di rumah mereka, yang kini direndam pasir kehidupan. masa lalu, entah sebagai apa. mungkin juga hanya ilusi yang tumbuh di antara sekian perasaan kehilangan. aku tidak pernah bisa memahami riwayat yang kujalani sendiri.

kereta senja siapakah kini yang membawaku pergi?

kudengar laki-laki itu telah pergi, dengan lagu luka yang mengiringi kehidupan mereka yang terdampar di pinggiran. kudengar laki-laki itu pernah mampir ke tempatku dulu bersemayam, menyanyikan lagu perahu retak, diiringi penari topeng yang kukira mirip joni dan masih kukenali masa kecil mereka yang kini beranjak remaja di bagian jogja.