sahabat pena? siapa yang masih mengingatnya di jaman serba digital ini? memangnya masih ada ya yang berkirim surat dengan menempelkan perangko dan memasukkannya ke sebuah kotak yang disebut bis surat?


beberapa waktu lalu aku menemukan sahabat penaku di fb (atau sebutlah mantan, begitu) hm, sebetulnya satu dari sekian sahabat penaku dulu. yang ini namanya askaria ....., rumahnya di cinere. aku mengenalnya dari sahabat pena-ku yang lain, nadia asikin. sebetulnya hanya beberapa lembar surat yang sempat kami saling kirim waktu itu, tapi aku sempat sekali menelponnya. sedangkan dengan nadia, persahabatan penanya jauh lebih lama, dan lebih banyak surat2. dan kurasa aku masih menyimpan hampir semua surat2 itu. 


sebetulnya, aska bukan yang pertama yang beralih dari sahabat pena ke teman facebook. sebelumnya ada fany yang dari sahabat pena menjadi sahabat di hape, lalu teman facebook. nadia juga begitu. beberapa yang lain hanya sampai jadi nama di hape. 

nadia kukenal waktu aku sudah sma. dia masih smp di sekolah internasional. waktu kelas dua sma, nadia pindah ke australia, tapi kami masih berkirim surat, sekalipun berat di ongkos. mungkin dia yang terlama. yang surat-suranya terbanyak. 


aku sendiri mengakhiri kegiatan berkirim surat ketika sudah kuliah. perpindahan alamat tinggal menjadikan proses  berkirim surat sedikit terguncang (huuuuu...). beberapa sahabat pena juga 'gugur" satu persatu. hanya beberapa saja yang bertahan hingga menjadi teman fb sekarang, atau teman di dalam hape. 


satu peristiwa yang diimpikan kadang juga menjadi awal kehilangan. satu kali aku berniat bertemu dengan salah satu sahabat penaku. waktu itu aku sudah kuliah, dan dia juga mulai kuliah di uns. kami bertemu di bundaran ugm. memang, ini bukan soal harapan seberapa cantik perempuan yang akan kamu temui, karena kami sudah saling bertukar foto. tapi, entah mengapa setelah pertemuan itu kami tak pernah lagi berkirim surat. tak juga bertukar nomor... (ouh, aku blum punya hape!)


sementara sahabat pena yang lain justru mengenalkanku pada teman perempuannya. malahan aku beberapa kali kopi darat (uh, istilah keren dari abad berapa ni?) dengan temannnya ini. sedangkan dengannya sendiri, aku tidak pernah bertemu. apalagi, satu peristiwa membuatnya akan malu, mungkin. peristiwa yg pedih sebetulnya, juga bagi diriku sendiri.... 


kukira aku tidak pernah berinisiatif untuk berkirim surat. hampir semua sahabat penaku berasal dari inisiatif mereka sendiri. dan, hampir semuanya perempuan. entah, apa yang terjadi pada dunia ini. tapi, kukira mereka semua adalah manusia baik, mau menjalin persahabatan dengan orang yang hanya mereka ketahui nama dan alamatnya dari tabloid atau majalah. betapa mereka berjiwa sangat terbuka, sangat berbeda denganku.


kadang mereka juga menceritakan kisah2 sedih kehidupannya. satu sahabat penaku dari bandung menceritakan bagaimana keluarganya menjodohkan dirinya dengan laki-laki yang tidak dikenal, bahkan saat dia masih di kelas dua sma. dia tak pernah dizinkan melanjutkan sekolah karena kemiskinan. atau teman yang lain bercerita bagaimana dia mengatahui bahwa dirinya hanyalah seorang anak tiri ketika sudah dewasa. 


yah, kosakata sahabat pena mungkin sudah sirna sekarang. sudah dikubur paksa oleh kehadiran teknologi digital. aku sudah tidak pernah melihat wajah tukang pos beberapa tahun ini. aku juga tidak pernah lagi menerima surat yang tertera namaku. aku merindukan gambar2 perangko. perangko pertama yang kuketahui bergambar soeharto. dari wajah ketika masih tampak muda, hingga wajahnya yang tampak tua. 


aku merindukan bagaimana nadia menulis dengan pensil dan menggambar sesuatu yang lucu di akhir suratnya. dia selalu membuatku tertawa dengan caranya bercerita. dia takut dengan dokter gigi. aku juga sudah tidak pernah lagi membaca puisi yang ditujukan padaku dari gadis medan. 


aku juga belajar menjadi pribadi yang berbeda ketika menghadapi sebuah surat dan membalasnya. dengan seorang perempuan di purworejo, aku harus jadi gue. sedangkan dengan mojang bandung, aku jadi saya. sedangkan dengan nadia, aku tetap jadi aku.