ramadhan yang terlalu cepat. aku bahkan belum sempat membuka alqur'an. yang kubaca hanya koran dan harga perusahaan.


ya, aku merindukan takjilan di kalimosodo. meski sederhana, semuanya dilakukan dalam sebuah acara seperti pesta. meski harus menggiring anak-anak dan memerintah ini itu, tapi kami melakukan hal yang menyuburkan kebahagiaan. meski harus membersihkan tumpahan air dan makanan tiap kali selesai berbuka, tapi tak ada yang mengeluh karena ditinggal pulang duluan.

setelah anak2 yang menyelesaikan selembar halaman iqro dan beberapa ayat hapalan, mereka harus segera diusir ke luar agar tidak membuat kegaduhan. meski mereka belum puas membuat keributan itu, kami akan suruh mereka ke masjid. tempat tpa itu di aula, lantai dua. lantai terbawah, dekat sungai, tempatku tinggal. lantai atas, masjid. di sana kegaduhan akan dipindahkan. anak-anak membuat kita sedikit kejam. kata-kata yang paling sering kukeluarkan adalah "diam!", "duduk!" dan "ayo!" tak ada kata-kataku yang benar2 mereka turuti. semua anak sepertinya berlomba ingin melanggar perintah. betapa menyenangkannya jika aku juga masih anak2, sayang sekali aku terlalu tua.

shalat mahrib jadi arena sikut kanan kiri. sering aku dipaksa berdiri di depan, memimpin kegaduhan. sampe sekarang tak habis pikir, orang-orang  tua selalu menyalahkan anak-anak atas semua keributan, dan bukannya menyalahkanku. padahal, aku kan pemimpinnya.

terus terang, aku tak menyukai tarawih. itu hanya formalitasku. aku lebih menyukai tadarus, jika boleh memilih. dan, tiga tahun tak banyak berubah. aku, bu margono, dan mb dwi. kadang dibantu pak karsono jika dia kebetulan hadir. atau, nita, anak budhe margono. kalau ada nita, ayat-ayat quran jadi lebih jelas, lampu jadi lebih terang karena kulitnya memantulkan cahaya. ckckckckckck....

pak karsono adalah entitas tersendiri di kalimosodo. dia perintis. laki-laki ini hanyalah tukang tambal ban, lulusan sd antah berantah. anggaplah dia seorang martir karena sering diancam dengan pedang hanya karena mengadakan yasinan.

sesudah tadarus, segerombolan anak muda sudah menungguku di bawah. aku selalu jadi lebih muda bersama mereka. kami menyiapkan sebuah petromaks, dua panah, dan sebuah jaring ikan. kami akan menyusuri code, dari code utara terus naik kira satu sampe dua kilo untuk mencari ikan. kami menangkapnya dengan tangan atau memanah yang agak besar. kadang, kami temukan ular, ikut masuk dalam keranjang. ini namanya nyuluh.  berasal dari kata suluh atau penerangan. kami menggunakan petromaks untuk menerangi air sungai. ketika air jernih, batu-batu di bawahpun terlihat cukup jelas. ikan-ikan lebih mudah ditangkap.

kami akan bergerombol, berjalan pelan di sungai, menimbulkan suara beriak. kadang kami bawa anggur penghangat. udara dingin, apalagi air sungai pada jam 12 malam. biasanya baru selesai sekitar jam 2 dini hari. kami langsung menyiapkan kayu bakar untuk memasak nasi dan menggoreng ikan. ikan-ikan kadang bercampur daging ular. daging ular tidak enak, terlalu kenyal dan menghasilkan minyak yang tidak sedap.

jam 3 makanan sudah siap. kami tuangkan nasi di atas daun pisang. kami sebar-sebar ikan goreng. ditambah saus. lalu kami habisi semuanya sambil membuat lelucon dan tertawa. entah mengapa, lelucon di code tidak pernah habis sekalipun kamu ingin terjaga 24 jam. terlalu banyak hal yang bisa kami jadikan bahan tertawaan. tertawa, tawa laki-laki yang sering kasar dan busuk, adalah bagian dari keseharian orang-orang code. hampir semua hal dijadikan lelucon, musibah sekalipun. ketika aku pernah ditantang berkelahi oleh raja mabuk, semua orang tampaknya serius. tapi, sehari kemudian, nasib sialku itu jadi bahan lelucon.

ah....