Waktu kau sendiri dan tidak bisa mengerti, mengapa kekayaan dunia tidak bisa tersisih sepiring untukmu hari ini, dan mengapa dunia yang dipuji-puji karena harapannya tidak menyediakan untukmu cita-cita yang bisa ditempuh selain keinginan bunuh diri, aku tidak bisa menjadi sahabat yang tepat untukmu. Kau hanya laki-laki kecil, dan ketika itu aku masih bisa mendengarmu menangis di hadapan guru dan kepala sekolah, yang sebenarnya tidak ingin memecatmu, tapi kau terlanjur memutuskan untuk menempuh jalanmu sendiri yang tidak kau ketahui ke mana arah dan tujuannya. Lalu, kau datang malam-malam padaku, mengetuk, dan masih bisa mengucapkan “Assalamualaikum!” (padahal, aku sendiri kadang enggan), duduk dan menanyakan kabarku seperti biasa. Kutahu, tiap kali kau datang, kau bawakan aku masalah. Kadang aku bisa belajar dan membantu, kadang aku malah marah dan merasa ditekan orang-orang miskin ini. Tapi, selalu sulit untuk mengatakan tidak, ya kan? Dan, kurasa aku tidak pernah perlu mengatakan tidak untuk kalian.

Sekarang, di tempat yang jauh ini, kadang aku masih terlalu khawatir kau melaksanakan niatmu, niat yang selalu kutertawakan tiap kali kau mengatakannya. Bunuh diri? Konyol sekali, itu hanya akan membuatku susah. Adikmu ditangkap polisi saja, aku yang harus mengambilnya dan menghadapi cemooh orang-orang di dini hari gelap, dan kau tahu, aku sakit waktu itu. Pernah kukatakan, kalau mau bunuh diri jangan dekat-dekat aku, pergilah jauh, sehingga orang tidak mengenalimu, agar orang-orang kayak aku ini tidak dituntut macam-macam, tidak disuruh macam-macam, tidak harus mengubur bangkaimu. Ha ha ha…

Sekarang aku baru sadar telah banyak melakukan kesalahan dengan sikap sinisku. Tapi, sekarang aku percaya kau sudah cukup dewasa untuk terus-terus tersiksa dengan dunia macam itu. Waktu kau cerita mengenai perkelahian-perkelahianmu, aku sedikit-banyak merasa bangga, “kau sudah jadi laki-laki, kau bisa menyelamatkan dirimu dari seluruh cemooh!” Waktu kau bilang pernah mabuk dengan para polisi, kurasa kau mendapat tempat yang jauh lebih baik. Kau bisa menyesuaikan diri, kan, di tengah masyarakat yang sudah tidak peduli pada orang-orang kayak kalian ini. Kau tidak perlu selalu jadi anak baik, yang hanya bisa diam kalau dipukul orang, hanya bisa meringgis di pinggir jalan waktu disepak satpol pp. Kau bisa mengerti, kebaikan perlu tempat lain untuk bersemayam, bukan di tempat kalian bertahan hidup dari segala bentuk kekerasan.

Yah, barangkali aku tidak bisa menjadi sesuatu yang bisa kau contoh, w. Bagiku, selalu sulit untuk tampil jadi orang baik, jadi contoh untuk adik-adikmu... dan berapa juta caci-maki yang sudah kalian perdengarkan pada anak-anak itu? Mereka kelihatannya baik-baik saja, kan? Kau sendiri masih hidup, bahkan dengan menghirup seluruh caci-maki dari orang-orang yang hanya ingin memaki, tanpa tujuan, ... hanya ingin berteriak" Asu!" karena memang lidahnya demikian gatal kalau tidak meneriakkannya.

Sekarang mungkin aku masih belum mengerti peran kalian dalam hidupku, selain membuatku merasa boleh terus-terusan memaki yang secara naif kusembunyikan dari telinga kalian, namun di hari depan aku masih berharap bisa menjadi bagian dari kehidupan kalian, kawan!