27 Jan. 08
Taik. Malam keparat. Pagi, kenapa kau berikan para pemabuk! Ah, minum kopi dulu, baru pikirkan apa yang semestinya aku kerjakan dan pikirkan. Kebalik, apa yang mestinya ku[pikirkan dan kukerjakan. Semua harus dalam kesadaran agar aku bisa mengendalikan ingatanku. Selama ini aku terlalu banyak lupa dan meninggalkan hal-hal sulit sebagai kerjaan berikutnya, sayang sekali bukan.


Oke. Aku sadar aku bukan apa-apa, di sini atau di mana pun. Hanya dengan menjadi bukan apa-apa aku akan mengerjakan yang kuanggap sebagai bagian penting dari kehidupanku. Aku akan berjalan seperti lelaki, lelaki yang seperti apa?


Ayo coba katakan, lelaki yang seperti apa?


Tidak banyak, lelaki yag menepati janji? Itu sangat sulit mengingat aku ini lelaki pendusta dan dunia selamanya dipenuhi dengan dusta. Ingat itu, dunia selamanya dipenuhi dusta. Dunia lelaki, atau dunia manusia, apa bedanya. Dan mari kutunjukkan siapa diriku ke depan jika aku mau menanggung pertaruhan ini, pertaruhan untuk bertahan melewati bayangan sendiri! Karena aku hampir mati kepayahan mendefinisikan diriku lewat tindakan, sedangkan prestasi hidupku semakin merosot dan terbelakang. Aku mengalaminya. Yah, harus kukatakan bahwa ada sedikit keterbelakangan mental di sini, di kepalaku, di dadaku, di dalam diri yang aneh ini.


Lihat sekarang, aku cukup peduli dengan diriku tapi aku tidak pernah memahaminya. Memang terlalu sulit untuk terus bertahan, tapi itu toh hanya pandangan sesaat yang gila. Siapa bilang bahwa ini sulit danitu lebih sulit? Aku telah mengerti bahwa selalu ada bagian yang sederhana dari setiap masalah dan itu jalan keluar bagi kita, bagi manusia yang memilih hal sederhana untuk dijalani dan menantang segala sesuatu untuk diselesaikan dengan caranya.

Aku merasa melayang lalu jatuh. Aku melihat diriku dengan kesedihan berjalan seperti tidak tahu apa yang dijalani dan tak pernah mengerti ke mana tujuan-tujuan yang baik bagi kehidupannya itu diperjuangkan dengan malas. Aku terkurung dalam diriku sendiri, dalam ketidakdisiplinan, dalam kemalasan, dalam ketidaktahuan prioritas, dalam kebodohan tindakan, dalam kebebalan ita-cita, dalam rasa angkuh untuk memiliki jalan hidup, dalam keadaan tertekan yang menusuk lewat dubur! Akankah aku bebasakan diriku?


Ya, aku seperti memasuki kota koboi yang sepi, hening, bahkan kosong. Aku hanya melihat angin lewat di atas tanah gersang, menerbangkan sampah dan kertas. Warna coklat telah menyelimuti segalanya, kecuali langit yang terasa terik. Aku haus dan mencari aura air, tapi hanya desiran yang membuat tenggorokan makin kacau.


Aku ingin menembakkan peluru ke sebuah rumah kayu dan merobohkan tiangnya, sebagai pelampiasan ketidaktahuanku! Aku mengajak kudaku berjalan ke sana, sebuah kedai minum yang papan pintunya lepas. Kekacauan di dalamnya adalah suatu hal yang mirip tempat sampah. Dan aku tidak suka dengan tempat timbunan sampah semacam itu. Aku mencari dan mencari. Aku ingin membebaskan diriku dari kehausan, kalau perlu dari kota koboi yang kosong itu!
Mungkin begitulah, tapi siapa yang tahu jika aku sendiri tidak segera pergi?

Siapa peduli? Aku hanya perlu menasehati diriku dan semua akan selesai, tapi apakah aku tahu nasehat seperti apa yang berguna dan kuperhatikan? Itu yang mungkin tidak bakal kutemukan, tapi aku akan melakukannya meski bukan yang terbaik.


Nah, sebaiknya aku tahu apa yang seharusnya aku kerjakan, bukan?

Kul! Aku berkata pada diriku sendiri, kadang hidup tidak sesulit yang kamu harapkan, tapi kenyataanlah yang sulit menerima kelainanmu. Kadang kamu juga terlalu percaya pada waktu dan nasib, sedang nasib dan waktumu kau miliki sendiri, betapa bodohnya kamu. Sejak kapan kau tidak bisa merampungkan apa yang kau inginkan, sejak kamu percaya ada hal yang baik di depan san. Sejak itu kamu jadi manusia lemah penuh khayal. Tidak ada yang baik di masa depan. Tidak, kau hanya kan menemukan kekecewaan. Maka nikmati hasrtamu dan bangunlah sebuah kemungkinan untukmu sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang akan menjadi hakmu. Keberuntungan yang akan mencarimu. Tapi kamu yang menciptakan kemungkinan dan keberuntungan itu. Sekarang, percaya diri kadang mencelakakan, tapi kamu harus memilikinya meski akan celaka.