aku kembali menjejak jogja. kota nostalgi untuk segalanya, hampir segalanya. ah, bukan, sebagian besar.

penerbangan dari jakarta dengan pesawat lion air sedikit terlambat, senin sore lalu. hampir semua penerbangan maskapai itu terlambat, entah mengapa, termasuk penerbangan jt 550. terlambat beberapa menit tidak ada artinya jika dibandingkan dengan waktuku yang selo/lega ini.

mulanya kursiku di 23c, tetapi seorang perempuan minta tukar kursi, sehingga jadilah duduk di dekat jendela. senang sekali bisa terbang dengan kursi dekat jendela. perempuan di samping, duduk di tengah, sepertinya juga suka jendela… tapi ya sori-sori saja, yang dapat rezeki kali ini aku.

ke jogja kali ini sebenarnya biasa saja, hanya lewat. tujuanku ke rumah, sekitar 3-4 jam perjalanan dengan kendaraan umum dari jogja. meski begitu, aku selalu menyempatkan tinggal sehari atau dua hari di kota gudeg.

biasanya tempat pertama yang kudatangi adalah code utara, namun kali ini aku beranggapan tidak ada tempat untuk menginap di sana. yeah, aku tahu itu hanya alasanku saja. di code selalu ada ruang untukku, meski hanya sebuah lantai tanpa alas… sama seperti 3 tahun yang kuhabiskan di sana.

tapi aku pilih menginap di hotel kecil di jakal. bagaimanapun, aku punya cukup uang untuk sebuah kamar dengan kasur dan pendingin udara. hehehe …

sampai di kota ini sudah sore, matahari sudah tenggelam, dan cahaya listrik berkedap-kedip.

selepas turun pesawat segera kuhubungi beberapa kawan. mendadak sih karena aku tidak memberitahu kalau aku akan ke jogja. tetapi betapa selo-nya orang jogja ini sehingga dengan cepat mereka menyanggupi untuk kongkow-kongkow malam ini. tetapi agak malam karena ada yang masih rapat.

sekitar jam 10-an kami ke legend coffee… aku baru dengar dan baru tahu. ini warkop baru di bilangan kota baru, di jalan abu bakar ali. kata intan, coklatnya enak.

sayang, puluhan meja telah diisi penuh oleh ratusan anak muda. nasib. bahkan di malam selasa begini kami tak mendapat meja, bagaimana malam minggu.

ini warkop 24 jam. sama seperti warkop semesta di jalan yang sama yang hadir jauh lebih lama. warkop semesta lebih dekat ke jembatan kewek, ke arah malioboro dan stasiun tugu. tempat itu juga sering ramai, tapi katanya pelanggannya banyak yang ke legend karena pelayanannya jadi kurang bagus.

legend menawarkan tempat yang lebih bersih memang. cocok sekali buat ngobrol semalaman. dan harganya tentu saja… murah. tapi aku tidak sempat memeriksa daftar menunya karena tak dapat tempat duduk.

ya akhirnya pergi ke semesta, beberapa ratus meter dari legend. makanan termahal seharga 19 ribu. kalau di legend harga makanan termahal 20 ribu.

sayang, di semesta tidak ada fasilitas soccer table, bilyar mini, karambol, dart games seperti di legend. tapi cukup representatiflah untuk komunitas-komunitas kecil jogja berkumpul dan ngobrol sampai modar (mati).

ini salah satu yang kusukai dari jogja… yang tidak bisa kunikmati saat aku masih tinggal di jogja. hehehe.. justru bisa kunikmati selepas aku tinggalkan kota ini. itu mungkin hikmahnya aku pergi dari sana.

“kowe kok tambah kuru? (kamu kok tambah kurus?” itulah sambutan dari intan maupun yosi. yeah… mereka sendiri tambah gemuk. jogja terlalu nyaman ditinggali, rupanya.

kami ngobrol dan ketawa-ketawa. sebagian tentang pengalaman-pengalaman lucu kami di masa lalu, menertawakan ini itu, sebagian soal pekerjaan, sebagian soal makasssar, sebagian lagi tentang kabar teman-teman yang lain yang sudah menyebar ke seluruh jagat. dan selalu ada bahan untuk tertawa, itulah jogja. semua orang yang duduk di warkop sepertinya orang-orang yang bahagia. tiap meja dikelilingi lengkingan tawa. entah berapa lelucon dihidangkan di sini secara gratis.

pukul 1.30 dini hari baru selesai. semua orang tampak sudah mengantuk. anan berkali-kali menguap. ada juga kenalan baru, nopek. kami pulang dengan motor. jalanan sepi, tapi orang masih saja berlaku tertib.

bayangkan, di perempatan yang sepi, kami masih patuh dengan rambu-rambu lalu lintas, hampir jam 2 pagi. kata yosi, kalau di sini dia memang jadi tertib. padahal, kalau dia pulang ke cirebon, sikap berkendaranya ya jadi tidak tertib, bahkan jika ada polisi yang mengawasi.

jalanan yang ditinggalkan pedagang kaki lima juga bersih, tidak tampak kalau beberapa jam yang lalu di pinggir jalan ini dipenuhi warung tenda. padahal petugas kebersihan juga belum mulai turun menyapu, tetapi jalanan sudah kehilangan sampahnya. beda sekali dengan makassar.

yeah, jogja memang lebih tertib sekarang. dari dulu sih sebenarnya. tetapi dengan melihat pertumbuhan perekonomiannya, tentau mereka menghadapi risiko pembuangan sampah sembarangan. namun itu bisa diatasi.

ah, aku pengin tinggal di jogja saja kelak. (lagu lama…). banyak teman di sini, jauh lebih banyak daripada di kampung halaman sendiri hahahaha.