Menulis membuatku menemukan tujuan. Sekalipun bukan dalam tulisan itu tujuanku berada.

Bagiku ini lebih dari sekadar terapi, atau cara mengeluarkan ledakan dalam kepala kita. Menulis, sebagai kata kerja yang lebih menekankan pada proses, menjangkau pikiran yang terkadang masih gelap dan--mungki--kosong.

Ada ruang-ruang terus saja jadi teror di dalam kepalaku, ruang yang hanya akan jadi bangkai suatu saat bilama tidak pernah kukeluarkan hidup-hidup, salah satunya, dengan menulis. Aku butuh mengungkapkan banyak hal, yang seringkali tertahan di tenggorokan jika kugunakan pengucapan sebagai pintu keluarnya.

Untuk menemukan pijakan, untuk terus berdiri menatap 'masa depan,' tegak menempuh nasib, dan lantang menerjangi waktu, aku butuh semacam keyakinan. Dan terkadang hal macam itu hanya bisa keluar lewat dua cara; menulis atau membicarakannya dengan seseorang. Pilihan kedua sering kulepaskan dengan melihat jejakku sebagai pengambil topik pembicaraan yang tidak populer, njlimet, dan aneh.

Menulis mungkin seperti jalan kaki. Setiap langkahnya bisa kau ambil pilihan untuk ke mana. Jika berkendara ada aturan mematuhi rambu-rambu, maka jalan kaki hanya mematuhi hati nurani.

Apa yang kutulis mungkin juga sebuah perjalanan, yang bahkan aku tidak tahu akan sampai pada titik apa dia berakhir. Sebab, memang bukan di tulisanku tujuannya kuletakkan; tulisan itu semacam medium bagi kepalaku yang tidak bisa berpikir dengan jernih. Dengan menuliskannya, aku bisa mengulang dan membacanya lagi, kemudian menyadari betapa konyolnya ini dan itu pada bagian-bagian tulisanku.

Karena itu aku sering tidak peduli betapa buruk dan mengenaskannya tulisan ini, atau tulisan di dalam blog lainnya. Seolah, dengan membacanya di lain waktu, aku bisa mereview pikiranku, ketololanku, dan hal-hal yang seharusnya tidak perlu kupikirkan.

Ada banyak sejarah, peristiwa, yang seharusnya kutulis, dan aku telah melupakannya. Kau tahu rasanya? Aku sering tersiksa dalam mimpi-mimpiku. Bukan 'mimpi' di malam hari, tapi semacam keruwetan yang harus terus kubawa hingga ke titik ini.

Misalnya, aku tidak perlu terus-terusan teringat pada Ida atau peristiwa-peristiwa yang dialami anak-anak lainnya karena aku menyimpannya di satu tempat di luar ingatan. Aku tidak perlu terus-terusan dibayangi tubuh kecil yang kedinginan di pinggir trotoar, tidak perlu lagi melihat lebam tubuh bocah dalam pikiranku. Aku bisa menghentikan peristiwa-peristiwa itu sejenak, memberi jarak, dan mungkin melupakan sebagian untuk kebaikanku sendiri.

Melupakan, sama dengan mengingat, adalah karunia yang tidak banyak dimiliki mahluk hidup. Sekalipun sebagian besar memeiliki 'memori' dalam gen mereka masing-masing, dan menyimpan traumanya sebagai bentuk yang perlu diubah dalam evolusi. Yeah, kita semua tengah berevolusi, melupakan dan mengingat, menenggelamkan masa lalu, memperbaiki gen, dan menyeleksi masa depan seperti apa yang akan kita pilih.

Hidup agak rumit, juga mudah, lantaran segala sesuatu berjalan seperti dalam rel panjang yang telah dibikin. Tetapi, kita perlu penyimpangan, perlu pemeberontakan, perlu perlawanan...untuk semakin memperkuat lintasan rel itu sendiri. Seperti kadal, atau hewan-hewan lain yang berbagi gen dengan pasangannya, semakin berbeda gen yang didapat, semakin kuat mereka. Semakin sulit tubuhnya ditembus penyakit.

Tanpa sebuah tujuan, kita tak akan berjalan ke mana pun. Bahkan dalam sel terkecil, dalam atom, ada tujuan agar kehidupan berarak seperti awan putih yang mencari lembah, mencari dataran, mencari gunung, agar mereka bisa menumpahkan air yang dibawanya dari atas lautan.

Tujuan. Aku punya tujuan. Mungkin dalam genmu, mungkin juga dalam perjalanan yang akan panjang dan melelahkan; hingga saatnya aku bisa terlelap dengan memeluk tujuanku.


-Sent from my blackcoffee-