Aku mendengarkan John Denver pagi ini, dan aku bahagia dengan secangkir kopi :). Kebahagiaan seringkali memang sederhana dan tidak pernah menjadi hal yang mahal (jika kamu mengukurnya dengan uang). Tidak semua orang menemukan kebahagiaan yang murah dan sederhana; tidak semua orang senang melihat semut yang bergerak mencari remah-remah; tak semua orang bahagia menatap embun; tak semua orang bergairah dengan menyesap udara dalam-dalam; tak banyak yang tahu keindahan batu-batu; sedikit sekali yang bisa menyelami luka; jarang orang-orang bisa melepas kulitnya.

Dan kukira kita memang berjalan di dunia yang pura-pura kompleks, yang melambai-lambai di kejauhan dengan senyum palsunya. Atau, mataku saja yang pura-pura melihat kenyataan sebagai bentuk penipuan? Seperti saat aku mecoba memahami istilah-istilah finansial-derivatif, sepertinya tidak ada kalimat sederhana yang bisa menjelaskannya kepada petani yang kamu temui di sembarang pematang sawah.

Dunia dibuat kompleks dan berlapis-lapis agar segelintir orang saja yang memahminya, mampu melihat ujud telanjangnya. Dunia yang mana? Yah, dunia yang mana.... Barangkali dunia yang tidak bisa melihat hujan sebagai sumber kebahagiaan. Dunia yang terpaku di sebuah kemacetan. Dunia yang melihat orang dari kadar tabungannya, dari jumlah aset potofolionya, dari posisi di kantornya, dari embel-embel dalam namanya. Dunianya memang seperti itu mau apa lagi? Memang seperti itu apanya? Dunia dibuat seolah-olah seperti itu dan sebagian besar orang mengangguk ... ah, apakah dunia tidak diciptakan seperti scene dalam film bollywood yang berisi orang nyanyi di padang rumput itu?