Aku mengira segala sesuatu akan baik-baik saja; bangun pagi dan matahari tetap beranjak ke atas; udara berhembus; manusia menempuh jalannya masing-masing; dan kupikirkan kekinianku. Dan harapan berlabuh pada terminal masing-masing atau terlontar di jalan kepergian.

Aku mengira sesapan napasku tak pernah menganggu orang-orang yang melewati kemacetan pagi hari; tak pula mengusik binatang-binatang di bawah kasurku. Sekalipun dari paru-paruku menguar luka yang menitis serupa bangkai masalalu. Sekalipun kusesap udara yang pernah merasuki jiwa-jiwa diktator dan tiran. Sekalipun ada bisik-bisik rahasia yang terekam di udara; atau perselingkuhan yang mengancam.

Aku mengira hariku hanya hari biasa yang beranjak tua dengan segala risiko usia, yang tak peduli pada kejamnya waktu memperlakukan menusia; menguliti hitam dengan uban, membungkukkan punggung yang tegap menantang segala sesuatu, melirihkan gerak mereka yang bersemangat.

Aku mengira tatapan mataku tak pernah bersalah; langkahku tak perlu keliru; kemauanku tak melanggar hasrat orang lain. Kukira aku berdiri di tempat yang direlakan untuk pijakan.

Aku mengira semua itu adalah kesungguhan untuk melupa. Lupa bahwa aku hanya rasa sakit yang tak tersembuhkan oleh tumpukan sakit yang lainnya.

--hanya menulis sesuka hati--

tulisan beberapa bulan yang lampau, lampau sekali kukira....