aku sedang menghadapi kemarahanku sendiri, membayangkan orang-orang yang memprotesku, dan ingin berteriak-teriak seperti orang gila. kubayangkan, ada keluarga-keluarga jauh yang tiba-tiba membicarakanku, sibuk mengurusi keluargaku, menyalahkan tindakan ayahku, dan ingin supaya aku begini dan begini. sesorang memprotes sarkasme-ku, yang selama beberapa tahun kubanggakan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakmampuan diriku mengadaptasikan moral. aku merasa marah, untuk apa mereka baru mengurusi moral saudaranya sekarang, bukan saat aku masih terbiasa kelaparan dan mengais bekicot untuk makan. kadang itu membuatku membenci, tapi kurasa aku tidak punya alasan. mereka toh tidak perlu bertanggungjawab atas perutku. mengapa justru orang-orang miskin code yang menolongku bertahan, mereka bahkan tidak setetes darahpun memiliki hubungan keluarga denganku. aku sudah terlanjur belajar menjadi manusia pinggiran yang cuek dan sewenang-wenang terhadap perutnya. lalu, saat aku berada di tempat yang lebih terlihat, mereka tiba-tiba menyoraki dan menilaiku, mengarahkan perilakuku, menginginkan aku punya basa-basi terhadap saudara, berharap aku menjadi ini itu ...

sebenarnya aku tak perlu marah,,, toh ini juga pilihan. aku masih memiliki pikiranku.

mungkin juga, ini fenomena biasa yang akan terjadi pada tiap orang. mereka yang bersemayam di balik kemiskinannya, hampir pasti tidak terlihat oleh mereka yang tersampir di jendela-jendela rumah mewah. barangkali juga, mereka pikir orang2 miskin bisa bertahan tanpa bantuan, toh sudah ribuan tahun mereka tercipta dan masih saja ada di muka bumi.... kalaupun sebagian mereka tidak bisa bertahan, kematian mereka jauh lebih baik daripada terus-terusan mencoba hidup.

 ini keluargaku, kata adikku dengan bangga. kami hanya sekumpulan di antara ayam-ayam... tapi, kami bisa memilih untuk bertahan di tempat yang orang lain tidak bisa melakukannya. kami sudah menembus hutan-hutan lebat kalimantan, sedangkan sebagian dari kalian hanya melenggang kangkung di perkotaan.