Popsa -
Pada remang mata perempuan yang lahir sebagai puisi, kita berhutang kenangan yang tak mampu mengaitkan, tak sanggup juga menembus rimba di baliknya.
Hanya semacam takdir yang diyakini, tak ada gunanya mengisi perdebatan antara satu meja dengan kursi lainnya.

Kita hanya bertemu mata dan menghilang di kedalaman secangkir kopi, selanjutnya pahit pun tidak sebelum kandas sesapan terakhir dari sajakku.

Para perempuan yang menjadi puisi, lebih pekat daripada kehampaan, dan lebih hampa dari jarak semeter yang tak bisa dijangkau. Inilah ganjaran bagi mereka yang jatuh cinta antar meja...



-Sent from my blackcoffee-