Terasa ada yang bergegas pada kematian, ada yang menyesap dalam kehilangan, dan tengan-tangan kami telah menyentuhnya sebagai masa silam.

Detik di mana kami kehilangan dia, mungkin saja detik saat kami menemukan sebuah pengalaman baru mengenai kehilangan. Bayang-bayangnya masih bergerak dari dapur ke kamar mandi, melipat pakaian dan menyisir rambut. Kelebatnya sering kulihat di depan rumah, tengan menjemur kasur dan lapuknya hidup.
Telingaku bahkan masih mendengar kata-katanya, entah itu soal saudara atau tentang sakitnya.

Tergagap kami mendapati ia menanti malaikat yang berlama-lama di depan pintu. Entah siapa yang ditunggu pada hari minggu, selain dua anak yang kepayahan meninggalkan ibukota. Berlama-lama malaikat menunggu di pintu, barangkali ingin kami melihatmu tersiksa.

Napasmu yang megap, suaramu parau yang hilang, dan kucium bangkai di udara. Kukabarkan sejenak, aku datang. Dan kukira kau menangkapnya, sekalipun maaikat berlama-lama menunggu. Malaikat sengaja membuat kami tergagap, membuat kami mengeluarkan berliter air mata. Aku yakin malaikat sengaja memperlama agar kami selalu menyaksikan perjuanganmu menempuh maut.

Ah, aku sendiri ingin kau menyerah. Aku ingin kau segera melayap. Aku ingin jiwamu lebih dekat kepada yang punya.
+++ 

53 tahun bukan waktu yang singkat, namun untuk sebuah usia barangkali terlalu cepat. Tapi kami tahu tugas besarnya di dunia telah usai, saatnya ibu kembali kepada Nya.

Hidupnya bisa jadi lebih berat daripada serakan nasib anak-anaknya. Mengikuti suami yang bukan siapa-siapa, petani penggarap yang tak punya sawah, transmigran miskin yang habis tenaganya untuk membayar utang, kuli di beberapa kota yang melemparkannya lagi menjadi petani.

Kami ingat kau diam di rumah yang gelap, di pelosok kalimantan yang tak berpenerangan. Sentir-sentir pun selalu dihemat. Sementara ayah dan anak-anaknya pergi menonton layar tancap, kau menadahkan doa-doa yang entah apa isinya. Waktu kau kehilangan ibu, kau tak pernah lepaskan mukenamu. Waktu kami kehilangan kau, kami hanya bisa mencoba beberapa doa.

Hidup memang bukan soal imbalan yang setimpal atau soal keadilan. Kau dan kami sama-sama tahu, dan tidak perlu kita mengeluh soal hidup. Sungguh baik, sungguh baik kita diberi kesempatan bernapas dalam sebuah keluarga, sekalipun setan akan terus mengejek.

Selamat menempuh jalanmu Ibu