kenyataan menyangkal harapanku. jakarta menemukanku seperti orang tak berpijak karena aku ingin melayang seperti sesuatu tak berpendirian. aku ingin bebas dari basa-basi dan menembus hidup sebagai rasa sakit. tapi, jakarta membuatku seperti besi karatan. 

kupikir, kalau ak ke jakarta, ak tak perlu lagi jadi jawa. aku boleh menggunakan kata seenak gue, memaki sekarepku, bertingkah ala tarzan. nyatanya, di sini aku malah diajari basa basi oleh budeku. aku disuruh "jangan jadi pendiam". dari sekian instruksi untuk menjadi jawa, perintah menjadi orang yang gapyak, yang basa-basi, yang bilang iya walau tidak, yang bilang tidak meski iya.... adalah yang sulit, dan puncak kesulitanku adalah untuk tidak jadi pendiam. menjadi sarkstis, pesimis dan nylekit adalah cita-cita dan sudah kubuktikan, tiba-tiba aku disuruh jadi anak baik lagi. huh, padahal aku sudah akan berhasil jadi penjahat kelas teri.