31 maret 2010



Hari ini gajian, mungkin yang terakhir dari pt ini. Maka, ini patut dirayakan. Melancong sejenaklah laki-laki ini ke jalanan depan stasiun jatinegara. Sehabis mahrib suasana benar-benar meriah, meski tidak ramai. Mencari-cari, di antara sekian deret lapak-lapak yang beraroma kain-kain baru, penjual tali sepatu. Kuamati satu-satu, tapi serba sekilas dan buru-buru, tak seorangpun nampaknya punya minat menjual tali sepatu. Yang paling kubutuhkan memang tali sepatu hitam pendek. Karena sudah sampai ujung, sampai pasar yang sepi, sampai di wisma tuna-wisma, emper toko yang meriah oleh suara radio dari gelandangan yang kesepian. Wajah-wajah kecut mereka memandang sesuatu tanpa tujuan, sepertinya mereka sibuk berpikir, karena tidak mungkin mereka sibuk makan. Dari sana, aku putar balik dan memutuskan untuk membeli celana pendek yang tadi kulihat dijual murah (mungkin), ikat pinggang, sandal, dan dompet. Tapi barang terakhir tidak jadi kubeli karena aku tidak punya cukup banyak uang untuk disimpan dalam dompet. Kukira aku merasa bebas kalau tidak punya dompet, uangku bisa berceceran di banyak kantong dan tas, di meja dan sela-sela buku, di manapun aku ingin menaruh atau membuangnya, pokoknya jadi lebih merdeka; tidak jadi seorang penabung irit yang menumpuk harta dalam dompet hanya untuk dikeluarkan lagi. Sebelum aku kaya, aku ingin berfoya-foya.


Oke, esok adalah hari pertama di bisnis Indonesia. “katakanlah wow!!!” teriakku dalam hati, agar aku sendiri merasa sedikit shock. Ternyata tidak bisa. Aku sudah berkali-kali mengatasi pikiran untuk kagum atau terkejut, dan tampaknya sekarang aku tidak perlu bersusah payah untuk terkejut karena aku tidak bisa, atau tidak biasa. Besok, aku akan berpakaian rapi, mencukur kumis sampai klimis, memeriksa bulu hidung, tersenyum di kaca, dan menepuk dua pipiku dan membatin, “ya, aku siap!” aku juga akan memakai sepatu, memasukan baju (hem tentu saja), menyemprot parfum, dan menyandang tas. Hmmm kurasa aku mirip anak sekolahan. Maka, aku akan mengeluarkan ujung bawah baju, toh aku sudah keluar dari sekolah. Itu semua bukan kebiasaan baik, menurutku loh. Itu semua membuatku ingin tertawa karena sangat lucu. Tapi, baiklah, anggap lelucon ini baru saja dimulai dan esok, saat aku kedinginan di dalam kantor, aku akan tertawa lebih keras.


Bisnis Indonesia! Kata temanku, “orang miskin yang belum pernah pegang uang sejuta kok mau menulis bisnis.” Kukira, hidupku akan tambah lucu. Inilah moment yang baik untuk menjadi kaya, huh???? Yah, ancrit. Kata kaya memang sepadan dengan seluruh makian yang kumiliki, tidak perlu kuabsen satu persatu. Jalan hidup orang, siapa yang tahu? Aku, aku tahu jalan hidupku, tapi hanya untuk hari yang telah lalu.


Yup, mestinya lebih banyak kelekar di sini, tapi aku hanya sepi. Harusnya ada perayaan seperti di codhe dulu, ada malam-malam di bawah bintang di tepi sungai. Kupikir aku merindukan memasak dengan api unggun itu, mengaduk kopi kental sambil memancing. Haruskah kurayakan dengan mengenang? Hm, ini kota yang sunyi dari tawa dan keceriaan, tapi mungkin karena sempitnya pikiranku dan kejinya aku telah pergi dari codhe.