11 Apr. 08
Segelintir pagi, kupikir, akan sedikit lembut dan menyenangkan. Tulisanku akan bergerak gemulai, menemui cuaca dan suara gemericik lagi. Tidak akan terlintas lelaki mabuk dan tikus membusuk, karena kepalaku dipenuhi hal-hal baik yang bergelinyangan seperti anak-anak bermain di tanah lapang; dunia, itulah yang ingin ditangkapnya. Meski rohku, jiwa busuk ini, masih menjadi setumpuk benalu yang mencari alasan untuk selalu muncul dengan kekacauan dan berantakannya pikiran. Sampai akhirnya, kupikir, aku mencintai tulisan-tulisan busuk dibanding cuaca yang mendingan begini.
Cuaca yang mendingan...maksudku suasananya tampak lebih bersahabat dan tidak tercium bau napas orang habis minum alkohol, juga tidak ada muntahan untuk beberapa waktu yang lumayan ini, maksudku beberapa minggu. Dan masalah anak-anak tampaknya juga sudah selesai, kecuali aku harus menjadwalkan mengajar ke jogoyudan dan mencarikan wendi tempat kursus karena dia memutuskan tidak meneruskan sekolah.
Semuanya tampak baik, kemarin sri sudah mendapatkan sepatu barunya dan tinggallah aku mengatasi masalahku sendiri. Yah, walau masih ada yang kupikirkan, maksudku kuusahakan. Karena aku rasa memikirkan itu sesuatu yang tidak terlalu bermanfaat kalau yang kau lihat adalah kenyataan. Tindakan! Yah, itu yang orang perlukan menghadapi kenyataan. Perutku agak baikkan, punggungku tidak sekaku kemarin atau tadi pagi, dan pikiranku bergerak cepat walau tidak brilian.
Kamarku juga sudah lebih baik, mungkin seperti otakku, banyak hal sudah berada pada “tempatnya” dan aku siap memikirkan tindakan berikutnya. Tindakan berikutnya? Kupikir aku telah berbohong atau setidaknya berdusta kepada apa yang kukatakan, tapi begitulah cara kita mengatasi kenyataan yang tidak seberapa hebatnya. Maksudku, bahwa kenyataan itu sendiri hal remeh dan melakukan tindakan adalah hal tepat dan nyata, tapi berpikir juga sebuah tindakan dan kenyataan juga termasuk yang terdapat dalam pikiranmu, pikiranku. Kupikir, tadi pagi aku bisa segera meninggalkan kamar dan mengirim tulisan tapi nyatanya aku benar-benar merasa tersedot oleh bantal. Akibatnya tubuh jadi jauh lebih lemas. Aku tahu bahwa tidur, seringkali, bukan cara kita mengatasi kelelahan meainkan pelarian tidak berguna karena justru menghambat gerak, membuat punggungku semakin sakit dan tenggorokanku kering.
Tidur, yang bangsat dan menjemukan itu, tidurku yang menghambat segala macam tindakan. Akhirnya, kucium lagi bau kecing, kurasa dari tikus yang mati beberapa hari lalu, mati setelah menghasilkan empat ekor anak tikus yang cerdas menjengkelkan, juga menyisakan air yang kupikir dari persalinannya. Oh, tikus bersalin! Lucunya! Yah, kupikir itu cairan ketuban. Dan kupikir seharusnya dia melahirkan di sarjito sehingga kematiannya tidak meninggalkan empat anakan yang lucu dan menjengkelkan, juga tidak meninggalkan bangkai busuk lagi di kamarku.

Sore. Gagap mengunjungi kopi, menemukan lelaki bergejolak di kamar busuknya. Ah, kalau aku hanya jadi kayak gini, apa perlu aku hidup selama ini, puluhan tahun hanya untuk menghasilkan seseorang yang tidak juga kunjung menyempurnakan segala sesuatunya. Aku juga berharap segera menyempurnakan setengah agamaku dengan menikah dengan perempuan yang cerdas, perempuan yang tidak gagap dengan dunia dan materi, perempuan yang menguasai dirinya dengan baik. Yeah, kupikir aku tak punya kepentingan mendefinisikan perempuan yang kuinginkan, sudah cukup bagiku menemukan yang kusukai kan?
Baik, sore kelihatannya biasa saja tapi aku masih cukup bersemangat, yah entah, untuk jadi apa. Orang mungkin tidak perlu jauh-jauh meramalkan masa depannya dengan bercita-cita, karena kupikir aku sendiri cukupklah dengan segala yang kumiliki tanpa terburu-buru untuk menjadi lebih serakah dan merebut segalanya. Segalanya, maksudku adalah merebut mimpi yang berisi sejumlah tetek bengek dan malah omong kosong itu. Yang aman? Kupikir aku hanya ngaco saja, aku tidak tahu apa yang sebenarnya kulakukan atau kutuliskan.