Hai, pikiran bodoh, kamu berpikir seperti kemarin ya? Pikiran yang bodoh, 65% yang kamu pikirkan hari ini sama dengan yang kemarin kamu pikirkan. Kamu nggak berkembang kalau begitu, jadi seonggok daging yang berkarat.
Sore berkembang menjadi perasaan masam di lambung ketika kopi mulai mengendap di sana, mungkin ada sejenis iblis yang merasuki perasaan manusia dari dalam lambungnya. Untuk mengatakan aku letih, semua bukti ini terlalu ringan untuk dijadikan argumen pembelaanku. Berserakan, kotor, menggelikan, dan akankah aku mengejar tujuan-tujuan yang berlari semakin jauh?
Berada di tengah-tengah suara pop picisan, cinta-cinta kecil melambung berloncatan jadi kisah-kisah dongeng kontemporer yang seronok dan kadang-kadang indah. Mata kita memainkan deretan pemandangan dunia yang lelah kita pelototi seperti letihnya daun-daun musim kering. Perempuan-perempuan bertemu laki-laki seperti kutub-kutub, mereka yang sulit mengerti kesepadanan akan terus mengingkari persamaan-persamaannya, seolah cinta itu adalah pasangan-psangan purba yang hidup di jaman teknologis ini. Apa yang bisa aku mainkan? Adakah perasaan nge-pop, atau aku hanya melayang-layang seperti mahluk-mahluk renik di udara yang kotor dan bising?
Perasaanku, barangkali, adalah mahluk yang sering menginterupsi proses-proses hidup, proses kimiawi tubuh dan fisikal. Ia menyela setiap hal manakala sedang tergoda untuk melakukannya, mengacaukan waktu personalku, mengebiri produktivitas, bahkan menjatuhkan hukuman. Aku harus mengalahkannya. Mereka pastilah benda-benda nakal yang hidupnya ditopang oleh hal-hal sederhana seperti kegembiraan, cinta, duka, luka, perih, atau hanya nyala yang bersumber dari kekacauan tanpa kendali. Aku tidak bisa menebak; sekalaigus semakin tidak mengrti.
Lihatlah ke luar, langit kemerahan itu seperti tarikan napas yang dalam sekali yang akan membuat tubuh kita sedikit merasakan perbedaan. Aku seharusnya merasakan perbdaan hari ini. Langit menandai musim-musimnya, menarik udara, mengoyak rutinitas, dan melahirkan hujan-hujan seperti anak-anak yang mengacaukan ritme dan menjadikan berantakan seluruh rencana. Tapi, itu tidak perlu terjadi untuk merubah prasaanku. Prasaanku tetaplah sebuah pedaran cahaya yang letih, mungkin kehabisan bahan bakar, tapi mungkin juga bukan. Aku letih seperti batu-batu di dasar sungai, diterpa arus, tak bisa berpindah ke tempat yang lebih tinggi, seolah segalanya telah menjerumuskanku jadi .... pasir-pasir.